Selasa, 17 Februari 2009

Mengukur Tukang Cukur



Pagi tadi saya mencukur rambut, sebuah kebiasaan bagi siapapun jika rambut telah membuat gerah, dan disaat panjang telah hampir melewati indra pendengaran. Saya bergegas dengan sepeda onthel yang boleh tukar tambah dengan sepeda sebelumnya, lagi-lagi bapak saya yang punya uang. Lupakan soal sepeda dan olahraga yang telah kesiangan. Bayangkan aja, jam 9 pagi niat olahraga..disaat tukang sayur udah membawa pulang kembali gerobaknya ini baru mau olahraga.

Saya menghampiri tukang cukur langganannya dan aha! im the first man! Tips saya kalo mau mencukur rambut ialah, datang dan jadilah first man, cukur rambut lho bukan salon terkenal. Sebab kalau masih pagi dan datang diawal hari, semua alatnya masih bersih, tidak ada sisa kutu, sisa ketombe, apalagi kotoran rambut lainnya. Seperti biasanya, kepada siapapun saya berusaha untuk melakukan sebuah komunikasi. Setelah dicukur samping kiri dan kanan yang tersisa atas. maka saya bertanya.

" A', berarti bisa dong model rambut kayak apa aja? "

si Aa karena dia asgar (asli garut), dengan tenang menjawab : "bisa dong, biasanya mah anak2 muda pada bawa gambar contoh rambutnya mau kayak apa"

saya kembali menyergah, "keren, bisa mencukur sesuai model yang diinginkan"

lalu si Aa' kembali berkilah, "ah gaya anak sekarang mah gak susah, apalagi modelnya yang diacak-acak gitu..yang susah malah rapihin kayak cepak ma model abri."

Begitulah obrolan saya dengan si Aa' pencukur rambut, kiosnya yang ngontrak berukuran 3x2 pun sudah cukup bagi dirinya, ada sebuah akuarium serta radio peneman setia, tak lupa koran pun ada, dan yang takjub ialah korannya bukan Poskota si koran iklan ibukota. Akan tetapi Republika, bacaannya intelek muslim di Indonesia.

Jangan kira bahwa ia hanya tukang cukur satu-satunya disana, kalo di kiosnya benar ia hanya seorang diri. Tapi lihat keluar, dari pintu gerbang komplek sudah ada satu, masuk 200 M ke dalam lagi dari sana ada satu, masuk lagi 50 M ada kios milik si Aa', dan masuk lagi sekitar 100 M ada kios cukur rambut lagi. Semua seragam satu kampung yakni Asgar alias Asli Garut Jawa Barat. Garut memang menyimpan keahlian cukur selain dodol. Dulu saya pernah mencukur rambut sama orang minang, ealah hasilnya malah sampai rumah saya ditertawakan sebab cukurannya seperti rumah gadang. Depannya melengkung keatas bak rumah gadang ala minang.

Terlepas dari itu semua, saya mengambil pelajaran dari si Aa' asgar (begitu aja deh saya panggilnya). Pertama, ia memang ahli dibidangnya serta sangat menguasai, mau model kayak apa juga oke. Kedua, nilai persaingan yang tidak saling sikut-sikutan sebab diantara para pencukur memiliki ikatan perkenalan satu sama lain, sebab begitulah seharusnya yakni jangan sampai persaingan tak sehat terjadi sehingga menghancurkan usaha serta nama kampung halaman. Ketiga ialah kekuatan rizki, benar sekali bahwasanya Allah tidak pernah salah dalam memberikan rizki bagi hambaNya yang mau berusaha, betapapun hebatnya sebuah usaha mestilah ada pesaingnya dan betapapun persaingan yang ada asalkan dihalalkan niscaya ada banyak rizki didalamnya terbukti dari setiap tukang cukur tersebut selalu saja dipenuhi oleh para antrian penunggu giliran untuk dicukur dengan puncak keramaian setiap sabtu dan ahad.

Salam Cukur!

Tidak ada komentar: